Kamis, 23 Juli 2020

Moderasi Agama ditengah paham-paham radikalisme dalam perspektif Mahasiswa BPI

Nama Saya Andis Dwi Rahmatulloh, saya tinggal di Kabupate Karawang, Jawa Barat. Saya lulusan SMAN 1 Rengasdengklok. Setelah lulus saya mendaftarkan diri ke PTN, saya mencoba semua jalur. Baik jalur undangan maupun ujian seleksi. Disuatu kesempatan saya mendengar ada info tentang SPAN-PTKIN yaitu jalur undangan di semua perguruan tinggi negerei islam di indiensia. Kemudian singkat cerita saya memilihi diantara tiga kolom pilihan yang salah satunya saya memilih UIN Walisongo semarang. Pada saat di hari H pengumuman tepat di ulang tahun ibu saya, saya memberikan kejutan bahwa saya di terima di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).

Sudah 4 Tahun saya menimba ilmu disana, begitu banyak sekali ilmu yang saya ambil. Baik dari pengalaman pribadi dalam bermasyarakat maupun akademik, yang salah satunya kampus mengajarkan cara beragama yang baik dan pentingnya moderasi agama. Banyak nilai-nilai yang bisa di terapkan dan bermanfaat untuk pribadi dan dapat di amalkan kepada orang lain. Contohnya menerapkan ilmu dalam beragama. Dalam beragama bukan seberapa banyaknya ilmu yang dimiliki tetapi berapa ilmu yang sudah diterapkan. Bagaimana cara menyikapi sebuah perbedaan kepercayaan, beda kulit, ras, budaya. Kemudian dikorelasikan dengan ilmu agama yang sudah dipahami, dan diamalkan kepada masyarakat khususnya orang terdekat. 

Semua agama sepakat bahwa berdamai , kasih sayang, empati, dan saling menghargai adalah sikap yang harus nampak dan terasa di tengah perbedaan keyakinan yang bisa dikata terlalu mencolok. Hadirnya konflik kekerasan di beberapa penjuru dunia tentu membuat masyarakat beragama menjadi geram, sedih dan dilanda rasa dilematis yang teramat mendalam.

Perlu diketahui bahwa faham kaum radikalis dakam memperjuangkan cita-cita tersebut selalu menggunakan cara-cara ektrem-militan dan tak manusiawi. Sehingga dengan cara ini mereka menggap jalan yang efektif sebagai bentuk perjuangan dan jihad bagi mereka. Faham radikalisme inilah yang tumbuh dan tertanam di benak dan pikiran mereka sebagai cara berfikir, bertindak dalam memperjuangkan cita-citanya.

Dalam suasana ketegangan itu pula, kesan Islam yang rahmatan lil 'alaminsering dipertanyakan oleh warga masyarakat luar yang sudah terbiasa hidup di dalam kehidupan yang multikultural dan multi etnik. Apalagi kalau cara-cara memperjuangkan tegaknya Islam dengan klaim jihad untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar dengan cara-cara kekerasan.

Agama yang tidak dijalankan dengan adil akan membuat agama itu menjadi dagangan untuk mengelabui fakta yang ada. Oleh sebab itulah, ketika agama diangkat sebagai isu yang menyebabkan kekacauan akan serta-merta dibenarkan tanpa pengetahuan dan proses dialog terlebih dahulu. Agama hanya akan dikooptasi sebagai barang untuk membenarkan segala tindakan yang dilakukan, sehingga banyak kelompok yang memiliki kepentingan menjadikan agama sebagai pendorong untuk menimbulkan kekacauan demi tercapainya sebuah kepentingan.

Sebagai umat beragama, tugas kita adalah menyampaikan agama sebagai sebuah ajaran yang mencerahkan pikiran dan tindakan dalam konteks apapun. Agama harus mampu menghadirkan rasa adil agar setiap konflik yang muncul bisa menemukan penyelesaian. Agama harus dijadikan jalan untuk menemukan masalah kesejahteraan dan ketertindasan agar konflik kekerasan tidak terus muncul. Sekali lagi, fungsi agama adalah untuk mencerahkan kehidupan manusia. Bukan sebagai komiditas murah yang diperjualbelikan untuk dijadikan alat memuluskan kepentingan.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts